Ticker

6/recent/ticker-posts

Fatwa: Forex Trading Haram



Badan tertinggi Islam Malaysia mengeluarkan fatwa terbaru yang melarang perdagangan valuta asing oleh individu Muslim. Fatwa tersebut mengatakan praktik spekulasi dalam perdagangan valas melanggar hukum Islam.

Dewan Fatwa Nasional memutuskan perdagangan valas oleh "money changer" atau antara bank adalah perdagangan yang diizinkan.

Tapi, ketika itu dilakukan individu maka "menciptakan kebingungan" di antara umat, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan Rabu oleh kantor berita negara Bernama.

Ketua dewan, Abdul Shukor Husin, memperingatkan "Ada banyak keraguan tentang jenis perdagangan tersebut (forex trading), melibatkan individu yang menggunakan internet dengan absenya kepastian hasil," lapor Bernama.

"Sebuah studi oleh komite menemukan bahwa perdagangan tersebut melibatkan spekulasi mata uang, yang bertentangan dengan hukum Islam," kata dia.

Seorang pejabat dewan menegaskan keputusan itu kepada AFP tapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Islam meletakkan kode etik yang ketat untuk bisnis yang melarang spekulasi dan riba.

Pemeluk Islam di Malaysia dipandang lebih moderat daripada di sebagian besar Muslim dunia.

Sekitar 60 persen dari 28 juta penduduknya adalah Muslim dan tetap tunduk pada hukum Islam dalam urusan sipil.

Pada 2008, Dewan Fatwa Nasional juga mengeluarkan larangan terhadap yoga bagi umat Islam yang dipandang kontroversial. Alasan ulama, yoga bisa mengikis iman mereka.

Fatwa itu sempat memicu kegemparan dari muslim moderat, yang mendorong Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi turun tangan.

PM mengatakan umat Islam bisa melakukan yoga selama tidak memiliki elemen spiritual Hindu.

Spekulasi dan riba

Menurut Dewan Fatwa Nasional Malaysia, perdagangan valas oleh money changer atau antar bank masih diperbolehkan, namun perdagangan valas individu dinilai bisa menimbulkan kekacauan pada keyakinan.

"Ada banyak perdebatan tentang itu (forex trading) dan itu melibatkan individu-individu yang menggunakan internet dengan akibat yang tidak pasti," ujar chairman Dewan Fatwa Nasional, Abdul Shukor Husin sebagaimana dikutip dari AFP, Kamis (16/2).

"Sebuah studi oleh komite menemukan bahwa perdagangan tersebut melibatkan spekulasi mata uang yang kontradiksi dengan ajaran Islam," tambahnya.

Pejabat Dewan yang dikonfirmasi lebih lanjut mengenai aturan tersebut tidak memberikan detail. Yang pasti, ajaran Islam melarang adanya spekulasi dan riba.

MUI bertahan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan tidak akan ikut-ikutan mengubah fatwa perdagangan valuta asing (valas) menjadi haram seluruhnya seperti yang dilakukan Malaysia. MUI sudah punya fatwa sendiri dan tidak akan diubah.

Menurut Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanudin, ada empat jenis transaksi valas di Indonesia, tiga diantaranya masuk kategori haram. Sementara satu lainnya masih diperbolehkan.

"Kalau Malaysia mau bikin fatwa seluruhnya haram, itu urusan mereka, karena masing-masing kan punya regulator sendiri. Kita sudah keluarkan fatwa dan tidak akan diubah," katanya ketika dihubungi detikFinance, Kamis (16/2/2012).

Ia mengatakan, empat jenis transaksi valas yang sering dilakukan di Indonesia adalah transaksi spot, forward, swap dan option. Tiga yang terakhir diharamkan oleh MUI.

Sehingga yang diperbolehkan oleh MUI adalah perdagangan valas di pasar spot saja.

Transksi spot tidak masuk kategori haram karena merupakan transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.

"Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional," ujarnya.

Sedangkan ketiga transaksi lainnya mengandung unsur spekulasi harga sehingga diharamkan oleh MUI.

Pada dasarnya, ada beberapa hal dalam transaksi valas yang diperbolehkan.

Hal-hal tersebut antara lain tidak untuk spekulasi (untung-untungan), ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh) dan apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. (Surau.net)
Post Navi

Posting Komentar

0 Komentar