Ticker

6/recent/ticker-posts

Lika-Liku Investasi Amanah (KORAN)



Artikel "Lika-Liku Investasi Amanah" pernah dimuat dalam koran Bisnis Indonesia edisi 24 September 2013 (2012). Ini adalah berita investigasi Intan Pratiwi. Awalnya saya sendiri yang meliput kisah tersebut, namun keburu dipindah ke desk lain. 

Cerita ini mungkin penting sebagai pengingat, agar yang lain tidak terjerumus lagi dalam investasi bodong sejenis ini. Ya, walaupun faktanya, sulit sekali membuat masyarakat benar-benar paham dengan investasi yang mereka lakukan. "Keserakahan" seringkali menutup nalar.


Pemilik dalam pengakuannya di Forum Komunikasi Investor dan Pebisnis Online (FKIPOI) mengaku sudah melakukan trading forex sejak 1999. Di situs web IA1, penawaran yang diberikan Suaidi tersebut memang menggiurkan.

Untuk program reguler saja, apabila nasabah menginvestasikan sebesar US$25-US$499 maka keuntungan yang diperolehnya dapat mencapai 100%. Apabila member mau berinvestasi sebesar US$500-US$999 maka keuntungan menjadi sekitar 150%. Adapun yang memberikan dana US$1.000-US$10.000 maka mendapat keuntungan 200%.

Namun, dalam situs tersebut tidak dijelaskan bagaimana cara IA1 memperoleh keuntungan sebesar itu. Para korban yang ditemui Bisnis mengaku hanya mengetahui bahwa uang tersebut dipakai oleh Suaidi sang pemilik IA1 untuk melakukan trading.

Suaidi mengaku memiliki teknik khusus dalam melakukan trading. Teknik tersebut rahasia dan tidak bisa diungkapkan kepada publik. Dalam salinan diskusi sang pemilik dengan beberapa orang di FKIPOI yang diterima Bisnis, dia mengaku memiliki hitungan sendiri dengan metode khusus sehingga dana dari member dijamin tidak kalah atau istilahnya lose.

“Ada hitungan tersendiri alokasi dana itu, yaitu dengan metode khusus agar dana tidak lose. Itu rahasia dapur saya bos. Saya siap dengan semua konsekuensinya,” ujarnya pada (2/8) tahun lalu menjawab pertanyaan anggota forum mengenai kemungkinan lose-nya investasi.

Trading Dengan Soros


Suaidi sendiri mengaku-ngaku sebagai master forex internasional yang pernah melakukan trading dengan pelaku bisnis keuangan dunia George Soros. Awalnya Suaidi ini membuka pelatihan forex bersama sekelompok orang. Pelatihan forex itu pun pernah ditawarkan di salah satu situs jual beli online terbesar di Indonesia.

Bermula dari pelatihan tersebut kemudian dibukalah situs IA1 yang menawarkan jenis-jenis investasi dengan janji keuntungan besar. Cara untuk berinvestasi juga sangatlah mudah. Anggota cukup mengirim uang ke sejumlah rekening.

Suaidi dan istrinya memiliki rekening di BCA, Mandiri, dan juga BNI atas nama pribadi sang pemilik dan rekening istrinya. Member yang sudah mengirim uang diminta untuk melakukan aktivasi dengan mengirim pesan singkat (SMS) ke nomor tertentu.

Pembukaan awal investasi misalnya 1 hingga 10 Oktober. Member kemudian menyetor uang Rp10 juta dalam waktu tersebut, maka dalam jangka waktu 30 hari maka uang Rp30 juta akan masuk ke rekening member. Perhitungannya adalah Investasi Rp10 juta maka keuntungan Rp20 juta. Adapun total pengembalian adalah modal ditambah dengan keuntungan.

Perekrutan nasabah juga dilakukan melalui pembentukan konsorsium di 68 daerah. Konsorsium tersebut menarik member sehingga sistemnya tampak seperti multi level marketing (MLM). Bisnis kemudian sempat bertemu dengan ketua konsorsium 12 bakul.

Pembentukan Konsorsium

Sang ketua konsorsium menceritakan ihwal pembentukan konsorsium untuk pertama kalinya di IA1. Sekitar Oktober dirinya ditawari untuk bergabung di IA1. Dia yang merasa profit yang ditawarkan sangat besar menjadi curiga. Dia pun berangkat menuju Bandung untuk bertemu dengan pemilik IA1.

Pertemuan tersebut dilakukan di lobi apartemen Marbella Bandung. Awalnya dia sempat curiga karena penampilan sang pemilik IA1 yang tidak meyakinkan. Namun begitu di pemilik ini langsung menyerahkan satu tas uang dari investasi Rp10 juta yang disetor olehnya. Uang tersebut total berjumlah Rp30 juta.

“Saya kumpulin semua tabungan Rp70 juta transfer. 30 hari kemudian tepatnya 5 November saya mendapat Rp210 juta. Langsung masuk ke rekening,” ujarnya.

Dirinya yang masih merasa tidak yakin akhirnya rutin untuk menemui si pemilik IA1 ini di Bandung setiap 2 hari sekali. Kemudian pada 11 Oktober 2011 ada pertemuan yang akhirnya menyepakati untuk pembukaan konsorsium untuk mewakili investor.

Setiap pengurus konsorsium akan mendapat fee 10%. Pria yang berprofesi sebagai guru tersebut menganggap angka tersebut sangat fantastis. Akhirnya anggota konsorsium meminta angka diturunkan dan kemudian disepakati dibentuk 68 konsorsium dengan fee 5%.

Gagal Bayar

Waktu berlalu, hingga Desember semua lancar. Namun, mulai Desember pembayaran tertunda. Si pemilik IA1 ini pun gagal bayar kepada member-nya. Konsorsium itu sendiri memiliki 20 orang anggota. Namun tiap anggotanya itu merekrut orang lain sehingga jumlahnya mencapai 300 orang.

“Waktu itu ada yang mau investasi Rp500 juta saya tolak. Saya minta langsung saja ke si pemilik IA1. Saya takut angkanya terlalu besar,” tegasnya.

Saat ini uang yang dibawa kabur si pemilik dari konsorsium 12 bakul mencapai Rp6 miliar. Member konsorsium ini sudah ada tiga orang yang meninggal akibat stress. Ada pula yang meninggal karena tidak memiliki uang untuk berobat.

“Saya ini mempertaruhkan segalanya karena saya guru agama dan anggota dewan di gereja. Makanya saya usahakan agar uang tersebut balik. Begitu si pemilik IA1 telat bayar saya langsung panik karena ini uang orang,” ujar ketua konsorsium itu.

Dia mengaku dirinya juga menemukan keanehan pada si pemilik IA1. Keanehannya adalah setiap pertemuan yang dilakukan di lobby Apartemen Marbella, si pemilik hanya ditemani satu admin yang bermodal satu ponsel dan satu laptop. Bagaimana mungkin pencatatan uang sebesar itu bisa dikerjakan oleh satu orang saja.

Sekitar 9 Januari 2012 Olla pun menemui Suaidi di Balikpapan. Suaidi berlasan dia masih akan melakukan roadshow di selururuh kota. Adapun pelunasan uang member dipastikan akan cair. Dia mengaku bisa trading hanya seminggu untuk mendapatkan keuntungan 1 tahun.

Sekitar 11 Maret dialog dengan si pemilik kembali dilakukan. Hal ini dilakukan dalam suatu pertemuan yang dihadiri konsorsium lain. Pem­­bicaraan dilakukan di panggung terbuka. Saat itu si pemilik beralasan dana masih berada di dalam akun trading yang apabila dicairkan akan menimbulkan gejolak ekonomi.

Si pemilik IA1 ini pun menyepakati untuk melakukan pembayaran pada 28 Maret 2012. Sekitar 26 Maret 2012 keluarlah cek senilai Rp495 miliar. Cek tersebut rencananya akan dibagi. Oleh karena pembukuan di IA1 tidak jelas, Tim panitia khusus yang dibentuk dengan beranggotakan sejumlah anggota konsorsium akhirnya mendata ulang.

Keluarlah angka yang cukup fantastis. Member yang hanya berasal dari pro­­­duk reguler saja jumlah kerugian investasinya mencapai Rp1,3 triliun. Namun ternyata si pemilik IA1 berbohong lagi. Cek tidak dapat dicairkan. Rekeningnya malah di-black list di Bank Mandiri.

Sejak April si pemilik menghilang. Berdasarkan pengakuan orang yang mengetahui perihal itu sejumlah tentara bahkan sempat mengepung rumah orang tuanya yang berada di Gresik. Namun, sejumlah pihak mengabarkan yang bersangkutan berada di Malaysia. Adapun istrinya ketika itu masih berada di Aceh. Upaya mengulur waktu ini diyakini agar masyarakat lupa dan mengikhlaskan uangnya yang hilang.

Berasal dari Malaysia?

Beberapa spekulasi pun muncul ke mana uang tersebut dilarikan. Seorang perwira yang enggan disebutkan namanya menyatakan kemungkinan besar IA1 ini terkait dengan dugaan penipuan lain yang berkedok Speedline yang berasal dari Malaysia. Dugaan penipuan Speedline memang booming pada tahun lalu.

“Yang membuat website orang Malaysia. Tiga kali pencairan dibiayai oleh orang Speedline. Orang awal IA1 juga banyak yang orang Speedline,” ujar sang perwira.

Apalagi sumber lainnya yang pernah turut mendampingi si pemilik IA1 ke Malaysia dan mengaku pernah melihat pertemuan antara petinggi IA1 dan petinggi Speedline. Si pemilik dikatakan mau meminjam uang kepada bos Speedline sebesar Rp1 triliun untuk pengembalian uang member.

Kemungkinan lainnya adalah si pemilik IA1 hanya boneka. Adapun uangnya sebagian besar sudah masuk ke kantong ketua-ketua konsorsium yang sebagian besar hilang saat ini.

Salah satu korban yang juga enggan disebutkan namanya menyatakan salah satu ketua konsorsium di daerah Riau yang mengaku tidak bisa membeli susu untuk bayinya malah diketahui secara sembunyi-sembunyi membeli mobil baru untuk istri keduanya.

“Katanya tidak bisa beli susu buat anaknya. Eh ketahuan sama saya beli Jazz untuk istri keduanya. Keterlaluan. Bisa jadi uang malah dibawa lari oleh ketua konsorsium,” jelasnya.

Salah satu admin konsorsium bahkan diketahui merampok bank karena ketuanya kabur dan dia dikejar member yang menagih utang. Saat ini para korban hanya berharap bahwa kepolisian tanggap untuk mengungkapkan kasus ini. Investasi Amanah telah menjerat banyak korban. 
Post Navi

Posting Komentar

0 Komentar