Ticker

6/recent/ticker-posts

Ironi di Hari Kesehatan Nasional



Hari Kesehatan Nasional jatuh pada 12 November. Namun, ada suatu ironi. Saat dunia optimistis bahwa kehadiran teknologi digital akan mampu merevolusi layanan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup, angka-angka terbaru menunjukkan bahwa masyarakat kian tak sehat karena gaya hidupnya sendiri.

Kalau kita bicara dari sisi teknologi, sebenarnya produk digital telah terbukti meningkatkan layanan kesehatan dengan cara yang tidak terbayangkan sebelumnya. Sebagai contoh, pasien di daerah terpencil bisa menerima layanan konsultasi kesehatan dari ahli yang kompeten lewat platform kesehatan.

Lebih-lebih, pendidikan bidang kesehatan juga telah menerima dampak positif dari revolusi digital ini. lihat saja, para pekerja kesehatan di daerahbisa mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitasnya lewat online.

Belum lagi dengan datangnya era kecerdasan buatan dan pemanfaatan big data yang bukan sekadar memberikan analisis akurat, tapi juga membawa prediksi yang lebih baik. Apa dampaknya? Angka harapan hidup kian tinggi sekaligus menekan beban biaya kesehatan yang sebelumnya terlalu besar.

Sayangnya, sebagian itu tampaknya masih mimpi belaka. Bahkan berdasarkan data-data terbaru, masyarakat dengan gaya hidup perkotaan ternyata kian tak sehat. Walaupun kita juga tak bisa memungkiri soal kemajuan berarti yang telah dibuat.

Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 yang dibuat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, ada banyak perkembangan positif, seperti angka stunting pada balita turun dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8 persen, mendekati anjuran WHO (20 persen).

Peningkatan lainnya ada pada status gizi balita, kesehatan ibu, dan cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-23 bulan. Termasuk juga, prevalensi penyakit menular seperti lSPA, malaria dan diare pada balita menurun.

Penyakit Katastropik



Namun, perbaikan kesehatan ibu dan anak itu ternyata seiring sejalan dengan peningkatan obesitas pada orang dewasa, dari 14,8 persen (2013) menjadi 21,8 persen (2018). Begitu pula dengan prevalensi penyakit tidak menular seperti strok, diabetes, hipertensi, dan gagal ginjal.

Kenaikan prevalensi ini berhubungan dengan gaya hidup a.l. merokok, makanan tidak sehat, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta kurangnya konsumsi buah dan sayur.

Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi kanker naik dari 1,4 persen menjadi 1,8 persen, prevalensi strok naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen, dan penyakit ginjal kronik naik dari 2 persen menjadi 3,8 persen. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen dan hasil pengukuran tekanan darah (hipertensi) naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.

Jumlah remaja (10-18 tahun) yang mulai mengisap rokok juga terus meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 8,8 persen (2016) dan 9,1 persen (2018). Regenerasi perokok muda ini patut menjadi perhatian pemerintah yang berniat mengurangi jumlah konsumsi rokok secara nasional.

Dampak berantainya terhadap angka kemiskinan juga patut diperhitungkan, karena kelompok keluarga miskin sering mengorbankan kebutuhan lain demi tetap mengisap nikotin. Belum lagi dampak penyakitnya yang menyedot biaya besar, termasuk dari BPJS Kesehatan.

Gejala negatif lain adalah proporsi aktivitas fisik kurang yang naik dari 26,1 persen menjadi 33,5 persen dan 0,8 persen mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Pola hidup yang buruk ini masih dibarengi dengan kurangnya proporsi konsumsi buah dan sayur pada penduduk usia 25 tahun yang mencapai 95,5 persen.

Masalah makanan juga tampaknya berpengaruh ke masalah kesehatan gigi dan mulut. Proporsi masalah gigi dan mulut mencapai 57,6 persen dan yang mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi 10,2 persen. Adapun proporsi perilaku menyikat gigi dengan benar baru 2,8 persen.

Gangguan Jiwa

Jika kurang miris, Riskesdas 2018 juga menunjukkan peningkatan proporsi gangguan jiwa, termasuk depresi sebesar 7 persen, naik dari 1,7 persen pada 2018.

Data-data di atas sepatutnya menjadi lonceng pengingat, bahwa sebagian besar masalah kesehatan yang jadi beban ekonomi itu bermula dari gaya hidup. Ubahlah sebelum terlambat.
Post Navi

Posting Komentar

1 Komentar