Ticker

6/recent/ticker-posts

Penyelewengan Bantuan Sosial di Negara Agamis

Indonesia pernah menjadi negara paling dermawan menurut suatu lembaga, entah sekarang masih menyandang status tersebut atau tidak.

ya, setidaknya pada 2021 World Giving Index (WGI) yang dilaporkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) menepatkan Indonesia pada peringkat pertama negara paling dermawan di dunia.

Penilaian tersebut berdasarkan tiga aspek yakni membantu orang asing, menyumbangkan uang ke lembaga amal dan mengikuti kegiatan amal secara sukarela. 

Namun, selain dermawan, Indonesia juga masih dikenal sebagai negara ketiga, yang konotasinya pada persoalan ekonomi. Atau sebutan lainnya adalah negara berkembang dengan tingkat kesenjangan ekonomi yang tinggi.

Angka kemiskinan di Indonesia masih relatif tinggi walau orang dermawan banyak. Namun, kemiskinan jualah yang membuat orang Indonesia dikenal dermawan.

Apa pasal? Tanpa orang miskin, bagaimana bisa jadi dermawan. Siapa yang mau dikasih derma? 

Indonesia juga dikenal sebagai negara yang agamis. Selain jadi pasal pertama Pancasila, ideologi di negara ini, soal ketuhanan dan agama juga jadi makanan harian di institusi pendidikan.

Di negara ini atheisme adalah dosa yang lebih berat daripada maling uang negara. Makanya tak heran kalau koruptornya tampak agamis. 

Dan baru-baru ini kita mendapati berita yang mengiris luka para dermawan tadi, bahwa ada lembaga penyalur derma yang menyelewengkan sumbangan masyarakat. Namanya ACT. Kita sudah dengar banyaklah soal bagaimana penyelewengan dana itu.

Belum kelar kasus ACT, nongol berita soal timbunan bansos presiden dalam rangka covid. Beras, terigu, dan telur ditimbun di belakang gudang JNE.

Memang mereka sudah bilang kalau barang yang dikubur itu tidak layak diedarkan karena sudah kedaluarsa kala itu. Namun, tetap saja, kita agak kurang percaya begitu saja.

Bagaimana tidak, jaman dulu raskin yang tidak layak dimakan saja dibagikan ke masyarakat miskin. Dan ini yang ditimbun jumlahnya tidak sedikit lho.

Kita mungkin juga sudah dengar ada kelompok teroris yang mendapatkan pendanaan dari kotak-kotak amal yang sering kita temui di minimarket atau toko. Jumlahnya pun tidak kecil.

Kedermawanan orang Indonesia tampaknya juga dimanfaatkan sejumlah orang demi menumpuk kekayaannya sendiri. Dan, ini praktik yang sudah biasa.

Coba lihat beberapa kasus pengemis yang ternyata kaya, punya aset rumah dan berkecukupan. Mereka memanfaatkan kebaikan para dermawan untuk kepentingan pribadi.

Di sisi lain, banyak orang ingin cepat kaya dan terjebak investasi bodong. Tampaknya sih nggak nyambung ya, kedermawanan dengan keinginan cepat kaya.

Tapi coba berkaca pada praktik sedekah yang diajarkan salah satu pesohor dan yang mendaki sebagai ustadz, Yusuf Mansyur. Klop. Sedekah agar dibalas Tuhan dengan kekayaan berlipat.

Tapi tentunya nggak semua begitu. Apalagi, keinginan jadi kaya bukan sesuatu yang salah. Bahkan mulia. Menjadi kaya membuat kita lebih punya kuasa agar hidup lebih tenang dan jadi tambah dermawan juga.

Cuma ya itu, mungkin yang ingin kaya agar bisa membantu sesama lebih banyak di negara ini bukan mayoritas.

Saya sendiri yakin, kita butuh lebih banyak orang kaya yang baik. Orang kaya yang bekerja untuk memuliakan sesama. Orang kaya yang bisa membawa saudara-saudaranya se-Indonesia naik kelas juga. Dan semoga kita bisa jadi seperti itu.
Post Navi

Posting Komentar

0 Komentar