Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengeruk emas di tengah cemas



Saat bursa saham dunia mengalami penuruanan drastis diterpa kekhawatiran prospek pertumbuhan global yang melemah beberapa hari ini, investor tak banyak pilihan dalam mengamankan kekayaannya kecuali ke emas.


Bursa berjangka emas tak pernah beristirahat, berputar 24 jam untuk memuaskan dahaga investor memainkan potofolionya. Saat berbagai ketakutan pasar merebak, investor tetap dapat mereguk untung besar di Comex New York hingga Hong Kong Exchange.


Tahun ini berbagai gejolak politik Timur Tengah, krisis utang Eropa, gempa bumi di Jepang, hingga penurunan rating utang AS menjadi pertimbangan investor dalam berinvestasi. Tiap data yang dikeluarkan negara-negara besar menjadi pemicu kenaikan ataupun koreksi harga di bursa berjangka. “Yang paling diuntungkan dalam momentum krisis ini adalah investor yang bisa membaca pasar dan mengambil peluang dari kondisi ini,” ujar Kepala Edukasi Monex Investindo Johannes Ginting.





Kalau di pasar uang level yang naik terlalu tinggi dipastikan akan turun, harga komoditas berkode “XAU” ini memiliki karakteristik yang berbeda. Saat ini adalah tahun ke-11 harga emas berada dalam tren kenaikan. “Analisis teknikal sudah tidak bisa digunakan lagi untuk memperkirakan harga emas,” kata Ibrahim, Analis Senior Harverst International Futures. Dia menyarankan beli emas di saat koreksi.


Sekalipun emas kini menjadi sangat mahal, masih banyak orang yang tidak peduli. Sebab, komoditas ini memang bukan untuk konsumsi seperti pangan. Mengingat keterbatasannya pasokan dari penambangan maka pergerakan harga lebih banyak disebabkan sentimen dibandingkan perubahan stok.


Investasi emas masih menjadi pilihan utama bagi para investor di tengah krisis global yang melanda negara-negara maju. Emas dianggap memiliki resiko yang kecil dan antikrisis. Hal tersebut terbukti saat terjadi krisis 2008. “Dan ketika terjadi krisis kebanyakan investor secara otomatis beralih ke emas,” kata Johannes.


“Meskipun terjadi profit taking di emas, paling hanya turun sekitar 3-4%, setelah itu kembali lagi fluktuasi cenderung meningkat,” lanjutnya. Sementara jika berinvestasi pada saham bisa turun hingga 50%. Investasi ke properti juga demikian yang terbukti gagal ketika krisis 2008 di Amerika Serikat.


Sebenarnya, selain emas, mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss juga bisa menjadi alat investasi paling strategis. Hanya saja dengan adanya intervensi oleh pemerintah negara yang bersangkutan melalui bank sentral bisa menjadi kendala dan masalah tersendiri bagi para investor karena dilakukan pelemahan secara sengaja.


Kemarin harga emas untuk pengiriman Desember naik 4% menuju rekor US$1.718,20 per ounce di Comex New York dan diperdagangkan di level US$1.712,90 per ounce pukul 11:47 waktu Mumbai. Harga spot emas melambung 3,1% menjadi US$1.715,75 per ounce, tertinggi sepanjang waktu.


Kenaikan itu karena pemotongan rating utang AS oleh Standard & Poor yang memicu penurunan ekuitas dan dolar di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Menurut Kepala Riset Real Times Futures Wahyu Laksono, kepemilikan surat utang AS yang signifikan oleh beberapa negara Asia menjadi alasan wajar bagi pelemahan dolar.


"Asia, dengan China dan Jepang sebagai lokomotif utamanya, memiliki sekitar setengah dari total kepemilikan asing atas surat utang AS," katanya. Pelemahan dolar terhadap mata uang Asia akan merugikan negara-negara Asia terkait nilai kompetitif ekspor mereka. Apalagi, dampak penurunan peringkat tersebut juga cenderung diikuti oleh tekanan pada bursa saham Asia sehingga akan semakin mengancam stabilitas ekonomi kawasan.


Wajar jika pemerintah negara-negara di Asia seperti Jepang, China, hingga Korea Selatan segera merespon penurunan peringkat tersebut dengan menyatakan keyakinannya terhadap surat utang AS demi meredam potensi kenaikan mata uang mereka. Bahkan sebelum ini, pemerintah Jepang baru saja melakukan intervensi yen.


"Hanya ada pesimisme atau kegugupan yang terkait dengan ekonomi dan mata uang negara-negara besar," kata Gavin Wendt, direktur Mine Life Pty Ltd yang berbasis di Sudney. Menurutnya kegugupan yang terjadi di pasar mata uang dan ekuitas menjadikan emas sebagai satu-satunya tempat parkir uang investor.


Terkait krisis, para analis menengarai belum ada titik terang sampai kapan kondisi itu akan berakhir. Diperkirakan harga emas masih akan menanjak hingga akhir tahun menuju US$1.800 per ounce. “Terlebih dengan isu penurunan rating oleh Fitch Rating dan Moody,” kata Johannes.


Bahkan Goldman Sachs Group Inc menaikkan proyeksi harga emas berjangka menjadi US$1.645 per ounce, US$1.730 perounce dan US$1.860 per ounce untuk periode tiga bulan, enam bulan dan 12 bulan seiring kemungkinan suku bunga AS akan tetap rendah untuk waktu lama.


Perkiraan sebelumnya adalah US$1.565, US$1.635 dan US$1.730 per ounce. "Kami terus merekomendasikan memegang emas untuk posisi jangka panjang," kata bank itu.
Post Navi

Posting Komentar

0 Komentar